LSF Tegaskan Tak Pernah Beri Arahan Bluring pada Film Animasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komisi I Lembaga Sensor Film (LSF) Nasrullah menegaskan pihaknya tak pernah memberikan arahan atau rekomendasi kepada stasiun televisi untuk melakukan bluring film animasi atau kartun.
“Setiap film yang masuk LSF itu untuk dinilai, diteliti dan ditelaah. Hasil penilaiannya cuma direvisi atau dikembalikan, jadi gak ada rekomendasi bluring di LSF,” kata Nasrullah dalam konferensi pers laporan kinerja LSF Tahun 2021, di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (14/2/23).
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Lembaga Sensor Film Indonesia, Rommy Fibri Herdianto mengatakan sistem bluring yang sering terjadi pada film kartun itu dilakukan oleh pihak televisi itu sendiri.
Rommy membenarkan pihak LSF tidak pernah memberi saran soal teknik sensor bluring pada gambar.
“Ya betul, (pihak) televisinya sendiri,” kata Rommy.
“LSF tidak pernah ada arahan soal blur begitu,” tegasnya.
Meski begitu, Nasrullah menegaskan pada masyarakat bahwa tak semua sajian film kartun diperuntukan untuk anak-anak. Maka, sangat diperlukan kesadaran dan pengawasan orangtua untuk berperan memilah tontonan pada anak.
Sebagaimana diketahui, belakangan ini sempat ramai diperbincangkan terkait tayangan film animasi yang diblur. Alhasil, publik dibuat heran lantaran adanya beberapa film ataupun serial kartun yang mengalami penyensoran khususnya pada gambar saat tayang di televisi.
Terkait sensor film, LSF telah membuat Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GNBSM) yang sudah dicanangkan di pengujung tahun 2021 lalu. Hal itu guna untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengawasi tontonan untuk anak-anak dibawah umur.
"Literasi tersebut dilanjutkan pada 2022 dalam bentuk 18 kali Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri (BSM) dengan 18 tema berbeda," kata Rommy.
"Berupa seminar nasional secara daring sebanyak lima kali berturut-turut dan secara luring tujuh kali. Selain itu, ada pula sosialisasi dengan konsep kolaborasi sebanyak enam kali," pungkasnya.
“Setiap film yang masuk LSF itu untuk dinilai, diteliti dan ditelaah. Hasil penilaiannya cuma direvisi atau dikembalikan, jadi gak ada rekomendasi bluring di LSF,” kata Nasrullah dalam konferensi pers laporan kinerja LSF Tahun 2021, di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (14/2/23).
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Lembaga Sensor Film Indonesia, Rommy Fibri Herdianto mengatakan sistem bluring yang sering terjadi pada film kartun itu dilakukan oleh pihak televisi itu sendiri.
Rommy membenarkan pihak LSF tidak pernah memberi saran soal teknik sensor bluring pada gambar.
“Ya betul, (pihak) televisinya sendiri,” kata Rommy.
“LSF tidak pernah ada arahan soal blur begitu,” tegasnya.
Meski begitu, Nasrullah menegaskan pada masyarakat bahwa tak semua sajian film kartun diperuntukan untuk anak-anak. Maka, sangat diperlukan kesadaran dan pengawasan orangtua untuk berperan memilah tontonan pada anak.
Sebagaimana diketahui, belakangan ini sempat ramai diperbincangkan terkait tayangan film animasi yang diblur. Alhasil, publik dibuat heran lantaran adanya beberapa film ataupun serial kartun yang mengalami penyensoran khususnya pada gambar saat tayang di televisi.
Terkait sensor film, LSF telah membuat Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GNBSM) yang sudah dicanangkan di pengujung tahun 2021 lalu. Hal itu guna untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengawasi tontonan untuk anak-anak dibawah umur.
"Literasi tersebut dilanjutkan pada 2022 dalam bentuk 18 kali Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri (BSM) dengan 18 tema berbeda," kata Rommy.
"Berupa seminar nasional secara daring sebanyak lima kali berturut-turut dan secara luring tujuh kali. Selain itu, ada pula sosialisasi dengan konsep kolaborasi sebanyak enam kali," pungkasnya.
(hri)